- Asosiasi Bank Sampah Dorong Program Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik
- Update BNPB Terkait Jumlah Korban Jiwa Banjir Bandang dan Tanah Longsor Pulau Sumatera
- Menteri ESDM Bahlil Cabut Izin Usaha Tambang Ilegal Secara Massal, Imbas Bencana di Sumatera Utara
- Sido Muncul Tingkatkan Penggunaan Energi Baru Terbarukan Hingga 91 Persen, Berikut Penjelasannya
- Menko Airlangga Sebut Peningkatan Ekonomi Kuartal III Akan Jadi Penentu Perhitungan UMP 2026
Menteri ESDM Bahlil Cabut Izin Usaha Tambang Ilegal Secara Massal, Imbas Bencana di Sumatera Utara
Berita Terkini – Seperti yang kita tahu, negara Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai sumber daya alam (SDA) yang sangat melimpah.
Sebagai informasi bahwa kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia tersebut terbagi menjadi beberapa sektor, seperti sumber daya hutan, sumber daya laut, sumber daya tambang, dan sumber daya pertanian.
Sejak beberapa dekade yang lalu, negara Indonesia telah melakukan ekspor sumber daya alamnya ke sejumlah negara di dunia, dan banyak negara di dunia yang ketergantungan untuk membeli kekayaan alam milik Indonesia.
Bahkan, sejumlah negara di dunia telah berlomba-lomba untuk melakukan investasi secara besar-besaran di negara Indonesia, investasi tersebut juga datang dari sektor yang bermacam-macam, seperti sektor keuangan, bahan baku, energi, infrastruktur, barang konsumen primer, dan sektor teknologi.
Oleh karena itu, saat ini kita patut bersyukur menjadi Warga Negara Indonesia (WNI), karena kita lahir dan tumbuh di Tanah Air yang subur dan memberi banyak manfaat bagi kehidupan manusia.
Meskipun negara Indonesia telah mempunyai sumber daya alam yang sangat melimpah, tetapi pada realitanya sumber daya alam tersebut justru dapat menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan manusia jika diambil secara terus-menerus serta tidak dikelola dengan bijak, dan pengambilan sumber daya alam tersebut biasa disebut dengan tambang.
Diketahui, saat ini banyak sekali perusahaan tambang yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia, dan perusahaan tambang tersebut terbagi menjadi dua jenis, yakni perusahaan tambang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan tambang swasta.
Bahkan, saat ini banyak sekali perusahaan tambang ilegal yang marak di sejumlah daerah di Indonesia, dan aktivitas dari tambang ilegal tersebut pastinya tidak didasari dengan regulasi serta riset dan pengembangan (Research and Development) yang mumpuni.
Aktivitas dari tambang ilegal tersebut akan berdampak negatif signifikan terhadap sosial dan lingkungan.
Dampak negatif dari aktivitas tambang ilegal yakni seperti kerusakan lingkungan, polusi udara, degradasi tanah, dan menghilangnya keanekaragaman hayati.
Para pakar ahli menuntut pemerintah agar segera mengeluarkan kebijakan yang serius terhadap perusahaan tambang resmi maupun tambang ilegal, agar nantinya seluruh perusahaan tambang di Indonesia mampu melakukan aktivitasnya dengan bijak tanpa merusak lingkungan, dan perusahaan tambang harus dituntut untuk mempunyai rasa kepedulian terhadap sosial dan lingkungan.
Bahkan, saat ini terdapat sejumlah pihak yang mengklaim bahwa bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Pulau Sumatera diakibatkan oleh aktivitas pertambangan yang tidak bijak.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung mengatakan, berdasarkan laporan pantauan dari tim lapangan, maka dijelaskan bahwa aktivitas pertambangan ilegal di daerah Sumatera Utara memang menjadi faktor utama penyebab bencana banjir bandang dan tanah longsor.
Ketua Divisi Penguatan Kelembagaan dan Hukum Lingkungan Walhi Sumbar Tommy Adam mengaku bahwa cuaca ekstrim hanyalah pemicu saja, dan penyebab utama dari banjir bandang dan tanah longsor ialah adanya aktivitas tambang ilegal yang melakukan eksploitasi secara terus-menerus sehingga merusak ekologis selama bertahun-tahun.
Para pakar ahli mengaku bahwa terdapat sejumlah kunci yang harus diterapkan agar perusahaan tambang mampu melakukan aktivitas dengan bijak dan tidak berdampak negatif terhadap sosial dan lingkungan, sejumlah kunci yang dimaksud ialah meliputi CSR (Corporate Social Responsibility), Pembangunan Berkelanjutan, dan SDGs (Sustainable Development Goals).
Baru-baru ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, sejak beberapa pekan yang lalu dirinya telah melakukan pencabutan izin usaha pertambangan secara massal, dan sebagian besar izin usaha yang dicabut adalah mereka yang berkantor di DKI Jakarta.
Menurut Bahlil Lahadalia, pencabutan izin pertambangan merupakan komitmen pemerintah untuk memperbaiki tata kelola pertambangan nasional, dan perusahaan pertambangan harus berwawasan lingkungan, jadi tidak boleh lagi melakukan aktivitas tambang secara bebas dan tidak berlandaskan aspek lingkungan dan berkelanjutan.
Bahlil Lahadalia mengaku bahwa saat ini pemerintah ingin menciptakan lingkungan bersih yang berkelanjutan, jadi kita harus melestarikan lingkungan hidup demi masa depan.
Aspek Berkelanjutan Tetap Menjadi Prioritas

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, ekonomi dan investasi memang menjadi pilar utama dan prioritas pemerintah saat ini, tetapi disisi lain kita juga tidak boleh menihilkan aspek tanggung jawab lingkungan ekologis ke dalam pertumbuhan ekonomi dan investasi tersebut.
Jadi dengan kata lain, tanggung jawab sosial dan lingkungan juga harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Bahlil Lahadalia mengaku bahwa ekonomi boleh kita dapatkan, tetapi lingkungan juga harus kita jaga. Semua ini adalah bagian dari usaha kita untuk mewariskan sesuatu yang lebih baik kepada anak cucu kita.
Bahlil Lahadalia mengaku bahwa dirinya berkomitmen akan mulai melakukan peraturan ketat terhadap seluruh perusahaan tambang dan migas di Indonesia, dan penilaian AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) akan dijadikan patokan utama tentang kelayakan perusahaan tambang nasional, dan jika terbukti bahwa nilai AMDAL-nya buruk maka tak butuh waktu lama perusahaan tersebut akan di cabut izin usaha tambangnya.
Bukan hanya penilaian AMDAL saja, tetapi seluruh perusahaan pertambangan dan migas juga dituntut untuk melaporkan laporan berkelanjutannya setiap periodenya.