- Heboh Menhub Siapkan Puluhan Ribu Tiket Mudik Gratis Menjelang Libur Nataru
- Presiden Prabowo Subianto Gelar Rapat Paripurna Hari Ini, Berikut Penjelasannya
- Heboh Harga Tiket Pesawat Turun 10% Saat Libur Nataru
- Presiden Prabowo Subianto Resmikan Pilkada Sebagai Hari Libur Nasional
- Wamen ESDM Akui Indonesia Masih Sangat Bergantung Terhadap Batu Bara
Damayanti Menyebut Beberapa Anggota Komisi V DPR juga Menerima Suap Proyek Jalan
Beritaterkini.biz – Anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putri sudah mulai buka bukaan tentang kasus suap bangunan jalan proyek kemenpupera yang libatkan dirinya. Menurut politikus PDIP ini, uang suap itu juga diberikan pada anggota Komisi V DPR yang lain.
Damayanti mengatakan, anggota Komisi V dalam program inspirasi pembangunan jalan Kementerian Pekerjaan Umum serta Perumahan Rakyat (PUPR) di Maluku beroleh jatah (fee) dari Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku serta Maluku Utara Amran Mustary.
” Pak Amran inilah yang tentukan jatah kami. Pak Amran telah memberikan pada kami dapat memperoleh fee masing-masing yang telah di setujui. Saya bisa kurang lebih Rp 2, 4 Miliar, ” kata Damayanti waktu bersaksi di Pengadilan Tipikor
Dia mengatakan, nominal jatah (fee) yang sudah ditetapkan itu berdasar pada perjanjian komisi V serta Kementerian PU-Pera. Tetapi pemilihan nominalnya juga ditetapkan oleh Amran serta besarnya nominal jatah itu tidak sama bergantung dari tingkatannya. Semestinya, anggota DPR bisa 6 % dari keseluruhan nilai proyek itu.
” Pak Amran, Kepala Balai yang memastikan. Nilai nominalnya itu adalah hasil nego pada pimpinan Komisi V serta Kementerian PU-Pera. Hingga masing-masing anggota dapat jatah optimal Rp 50 (miliar total proyek), kapoksi (kepala grup fraksi) optimal Rp 100 (miliar total proyek), buat pimpinan saya kurang tahu, ” kata dia, pas bersaksi buat terdakwa Abdul Khoir, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Perbincangan tentang nominal jatah itu, dia mengaku udah berlangsung mulai sejak pertemuan ketiga bersama Amran serta pihak yang lain.
” Telah ada empat kali pertemuan ini. Dalam pertemuan ke-2 ada juga Abdul Khoir di Hotel Ambhara. Sedang pertemuan pertama belum ada perbincangan tentang program masukan pembangunan jalan di Maluku. Bahkan juga besaran anggarannya juga belum dibicarakan, ” ucapnya.
Dia menerangkan, dalam pertemuan ke-2 Amran sudah membawa data mengenai daftar nama jalan yang akan di bangun di Maluku. Tetapi menurutnya, pada pertemuan ke-2 itu belum ada mengulas tentang nominal jatah (Fee) untuk pembangunan proyek itu.
” Pertemuan ke-2 ini masihlah di bulan Oktober 2015. Pertemuan itu masihlah di Ambara Hotel. Waktu itu, Amran datang membawa stafnya, di situ telah ada daftar beberapa nama jalan. Namun belum ada nominal serta belum ada kode. Saya lihat buat judul saya Jalan Teherulaemo. Sedang yang memastikan jalan itu Amran, yang lain juga begitu, tidak paham nama jalannya, ” katanya.
Sesaat pada pertemuan ketiga, dia menyampaikan, Amran sudah membawa data yang lebih komplit yakni nama jalan, kode serta nominal fee yang bakal diperoleh anggota Komisi V DPR.
” Pada pertemuan ketiga di situ diliatkan juga Pak Amran bawa data lagi lebih lengkap di situ ada judul nama jalan, nominal serta kodenya. Saya kodenya 1-E, tujuannya PDIP itu satu, E-nya saya tidak paham. Jumlah kursi di DPR PDIP nomor 1, serta Golkar nomor 2. Saya lihat untuk judul saya dapat Jalan Toheru-Laemo, ” tuturnya.
Pada pertemuan ketiga berikut kata Damiyanti, pelaksanaan pembangunan jalan diserahkan pada Abdul Khoir sebagai pengusaha PT Windhu Tunggal Paling utama yang dapat jadi kontraktor jalan.
” Pertemuan ke empat Amran Mustary memerintahkan Abdul Khoir menuntaskan pembayaran fee pada anggota Komisi V yang ditunjuk oleh Amran melakukan program masukan pembangunan jalan. Waktu pertemuan ke empat ini Amran berikan ke Abdul, ‘Dul ini untuk judul yang telah firm kepemilikannya tolong diberesin untuk diserahkan ke masing-masing. Dibayarkan ke masing-masing, ” ucapnya.
Atas tindakannya, Abdul didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a serta Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sama seperti udah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pergantian Atas Undang- Undang Nomer 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.